🦐 Ahadun Ahad Perang Badar

DuelMaut Rasulullah dengan Ubay bin Khalaf. Ahad, 22 April 2018 | 15:30 WIB. Rasulullah memimpin langsung 27 peperangan yang terjadi pada masanya. Namun, hanya sembilan peperangan saja yang berakhir dengan pertempuran karena selebihnya musuh menyerah secara damai. Perang Waddan (al-Abwa’) merupakan perang pertama yang diikuti 5Perang yang Terjadi di Bulan Syawal dalam Sejarah Islam. Selasa, 17 Mei 2022 | 09:00 WIB. Dalam catatan sejarah Islam, bulan Syawal memiliki sejumlah peristiwa yang mengisahkan semangat dakwah umat Muslim pada zaman Rasulullah saw. Sebab, pernah terjadi lima peperangan penting demi menegakkan agama Allah pada bulan tersebut. Komikahad perang badar di Tokopedia ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Cicilan 0% ∙ Kurir Instan. Caracara membuatnya: Sukat Kotak DVD. Gunting cardboard mengikut sukatan yang telah disukat (Size A5). Lukis kotak 3x3 di cardboard yang telah dipotong. Lapis cardboard dengan film yang licin. Lapis cakera dengan kertas yang berwarna. Bahagikan cakera kepada 10 bahagian. Lekatkan 'sticker' yang bernombor 1-9. SaatSahabat Said bin Zaid Terzalimi. Ketika Rasulullah SAW menyeru orang-orang untuk memeluk Islam, Sa’id bin Zaid radhiyallahu anhu (R.a.) segera memenuhi panggilan beliau, menjadi pelopor orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan kerasulan Nabi Muhammad SAW. Tidak mengherankan kalau Sa’id secepat itu menerima seruan Muhammad Pesantrenitu menargetkan tahun pertama santri hafal Quran 30 juz dan 40 hadis. KetikaPerang Badar terjadi, jumlah kaum Muslimin hanya 314 orang dan persiapan yang sangat sederhana. Sementara kaum kafir Quraisy yang dilawan mencapai 1.000 orang dengan persiapan perang yang begitu matang. "Jumlah kaum Muslimin hanya berjumlah 314 PerangBadar Qubro (Badar ke II) Disebutkan dalam buku karya Abu Bakr Sirajuddin atau Martin Lings yang berjudul Muhammad, Halaman 266, Perang ini terjadi pada Hari Jum'at 17 Ramadhan 2 Hijriah yang bertepatan dengan tahun 623 M. Penyebab peperangan ini ialah ketika umat Islam meninggalkan harta bendanya di Makkah ke Madinah karena kekejaman kaum kafir Dikemudian hari, diriwayatkan bahwa Umayyah bin Khalaf terbunuh dalam perang Badar oleh Bilal. Sementara dalam versi lain, meskipun dalam latar belakang yang sama, yakni perang Badar, Umayyah dibunuh oleh pasukan Muslim. Berikut ini adalah kisahnya, Umayyah bin Khalaf dan putranya tertangkap oleh ‘Abd ar-Rahman bin ‘Auf. Halini disebutkan dalam kitab Al-Ahad Wa Al-Matsany karya Abu Bakr As-Syaibany. tiba saat kaum muslimin kembali berhadapan dengan pasukan musyrikin di medan uhud setelah memperoleh kemenangan di perang Badar. Mush’ab bin ‘Umair adalah pemegang bendera Rasulullah SAW dalam peperangan ini. Hamnah turut terjun dalam kecamuk perang untuk PerangHamra al-Asad (bahasa Arab: غزوة حمراء الأسد) adalah salah satu diantara peperangan yang diikuti oleh Nabi Muhammad saw pada tahun ke-3 H, satu hari setelah perang Uhud.Tujuan dari perang ini adalah mencegah serangan baru dari kaum Musyrikin kepada warga Madinah.. Karena pada peristiwa Hamra al-Asad, tidak terjadi peperangan maka sebagian sejarawan tidak Judul: Bersabarlah Seperti Pasukan Badar, Ini Baru Rokaat Awal link : Bersabarlah Seperti Pasukan Badar, Ini Baru Rokaat Awal. Baca juga. Pertempuran belum berakhir. Ini baru rakaat awal dari tarawih 23 bilangan menegakkan Indonesia beradab dari para penjual, makelar, preman intelektual, LSM dan media cukong, yang tega mengorbankan tanah gzjo. Kisah Perang Badar – Bagi kaum muslimin, Ramadan tidak hanya memiliki arti bulan suci semata. Di bulan tersebut, umat Islam diwajibkan untuk menahan diri dari rasa lapar, haus serta menahan emosi. Bulan Ramadan merupakan saat penting di mana Al-Quran diturunkan. Tidak hanya itu, bulan Ramadan juga menjadi pengingat bahwa pernah terjadi peperangan yang sangat dahsyat bagi umat Islam, yaitu perang badar. Perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan tahun kedua sesudah umat Islam melakukan Hijrah. Umat Islam berhasil memenangi perang badar tersebut. Dalam sejarah, perang badar merupakan kemenangan agung karena para pejuang Islam berhasil menentang kemusyrikan dan kebatilan. Latar Belakang Terjadinya Perang BadarUmat Islam Menghadang Kafilah Abu Sufyan untuk Mengambil Hak yang Pernah Dirampas Kaum QuraisyPasukan Umat Islam Kalah dalam Jumlah, Tapi Tetap Semangat JihadPerang Badar Dimenangkan oleh Umat IslamHikmah dari Perang Badar yang Dapat Diteladani Kaum MuslimBeberapa Pemicu Terjadinya Perang Badar Kubra1. Umat Islam Mengalami Penindasan dan Teror oleh Kaum Quraisy2. Kebencian Abu Jahal Terhadap Nabi Muhammad SAW Memicu Ide Pembunuhan3. Umat Islam Diusir dan Seluruh Hartanya Dirampas Latar Belakang Terjadinya Perang Badar Perang Badar terjadi pada 17 Maret 624 Masehi atau 17 Ramadan tahun kedua Hijriah. Perang Badar melibatkan 314 pasukan umat Islam yang melawan lebih dari orang dari kaum Quraisy. Perang badar merupakan perang pertama yang dijalani umat Islam sejak peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW pada 622 Masehi. Di dalam Al-Quran, perang badar dijelaskan dalam beberapa ayat di Surat Ali-Imran. QS 3123 “Sesungguhnya Allah telah menolongmu dalam peperangan Badar. Padahal, kamu adalah ketika itu orang-orang yang lemah. Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah agar kamu mensyukuri-Nya.” QS 3124 “Ingatlah, ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin Apakah tidak cukup bagimu Allah membantumu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan dari langit?’”. QS 3125 “Ya cukup. Jika kamu bersabar dan siap siaga, lalu mereka datang menyerangmu dengan seketika, niscaya Allah menolongmu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda.” QS 3126 “Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi kemenanganmu agar tentram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah yang Maha Perkasa. Secara historis, kata “badar” berasal dari nama sumber mata air yang terletak di antara Makkah dan Madinah. Oleh sebab itu, perang besar di bulan suci Ramadan itu dinamakan perang badar. Pada mulanya, tersiar kabar di Kota Madinah bahwa ada kafilah besar dari kaum Quraisy yang meninggalkan Syam untuk pulang ke Makkah. Kafilah tersebut membawa barang-barang perniagaan yang nilainya sangat besar berupa ekor unta beserta barang-barang berharga lainnya. Umat Islam Menghadang Kafilah Abu Sufyan untuk Mengambil Hak yang Pernah Dirampas Kaum Quraisy Umat Islam lantas menghadang kafilah dagang Abu Sufyan yang membawa barang dagangan Quraisy dari Syam. Alasan penghadangan tersebut adalah keinginan umat Islam untuk mengambil hak-hak mereka yang dulu pernah dirampas oleh kaum Quraisy. Sementara, di kalangan kaum Quraisy tumbuh rasa cemburu akibat perkembangan Kota Madinah di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Namun demikian, perang badar sesunggunya terjadi karena umat Islam ingin mempertahankan eksistensi agama Islam. Selain itu, Nabi Muhammad SAW berperang melawan kaum Quraisy juga bukan untuk meraih kekuasaan, kekayaan, kesenangan pribadi atau golongan semata. Lebih dari itu, Nabi Muhammad SAW ingin menegakkan agama Islam di muka bumi. Pasukan Umat Islam Kalah dalam Jumlah, Tapi Tetap Semangat Jihad Perang Badar terjadi saat 17 Ramadhan tahun 2 Hijriah pada pagi hari. Pasukan umat muslim dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW, sementara pasukan dari kaum Quraisy dipimpin oleh Abu Jahal. Dalam peperangan tersebut, umat Islam mengambil posisi yang terdekat dengan sumber air. Tempat tersebut dipilih oleh Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu bentuk strategi perang. Umat Islam memanfaatkan kondisi geografis dari Kawasan Badar. Misalnya, sahabat Saad bin Muadz membuat gundukan tanah di sekitar lokasi peperangan. Hal itu bertujuan agar Nabi Muhammad SAW bisa mengawasi jalannya perang serta memprediksi pola serangan yang tepat guna mengalahkan pasukan kaum Quraisy. Dalam perang badar tersebut, Nabi Muhammad SAW memimpin langsung penyerangan terhadap kaum Quraisy. Peperangan itu melibatkan 313 kaum muslim, 8 pedang, 6 baju perang, 70 ekor unta, serta 2 ekor kuda. Sementara, pasukan dari kaum Quraisy mengerahkan pasukan orang, 600 persenjataan lengkap, 700 unta, serta 300 kuda. Meskipun kalah dalam jumlah pasukan, kaum muslim tetap bersemangat untuk berjihad di bulan Ramadhan. Semangat perang itu berhasil menewaskan tiga pimpinan perang dari pasukan kaum Quraisy, yaitu Utbah, Syaibah, dan Walid bin Utbah. Di antara pasukan Quraisy yang menyerang umat Islam, terdapat kerabat Nabi Muhammad SAW dari kabilah Bani Hasyim. Mereka adalah paman nabi, Abbas bin Abdul Muthalib, Hakim sepupu Khadijah, dan lain sebagainya. Sesungguhnya pertempuran besar dalam perang badar itu di luar perkiraan umat muslim. Sebab, sejak awal Nabi Muhammad SAW telah merencanakan pengerahan pasukan muslim untuk peperangan biasa, bukan perang besar. Oleh sebab itu, pasukan umat Islam hanya berjumlah 313 orang. Saat melihat banyaknya tentara kaum kafir Quraisy berserta kelengkapan persenjataan, zirah, tombak, pedang, dan alat tempur lainnya, Nabi Muhammad SAW sempat menangis. Dia lantas berdoa kepada Allah SWT. “Ya Allah. Jikalau rombongan yang bersamaku ini ditakdirkan untuk binasa, maka tidak akan ada seorang pun setelah aku yang akan menyembah-Mu. Semua orang yang beriman akan meninggalkan agama Islam nan sejati ini.” Setelah berdoa, Nabi Muhammad SAW merancang strategi peperangan. Dia menjajarkan pasukan kaum muslim dalam formasi rapat. Dia juga memerintahkan agar sumur-sumur segera dikuasai untuk memutus pasokan air ke kaum kafir Quraisy. Selain itu, perang juga diawali dengan pertempuran jarak jauh. Saat pasukan kafir Quraisy bertolak untuk menyerang, umat Islam tidak segera menyambutnya dengan adu fisik secara langsung. Mereka terlebih dahulu menembakkan anak-anak panah dari kejauhan. Kemudian, barulah mereka menghunus pedang dan melakukan pertempuran. Lewat tengah hari, sebanyak 50 pemimpin pasukan kafir Quraisy tewas, termasuk Abu Jahal. Sementara itu, banyak sisanya yang lari tunggang-langgang. Sementara itu, korban dari kaum muslim hanya 14 orang. Selain memukul mundur 1000 tentara dari Quraisy, umat Islam juga berhasil mengambil rampasan 600 persenjataan lengkap, 700 unta, 300 kuda, serta perniagaan milik kafilah Abu Sufyan. Dengan kecerdikan Nabi Muhammad dan kedisiplinan pasukannya, umat Islam berhasil membalikkan keadaan yang membuat kehormatan dan kemuliaan Islam makin tegak di Jazirah, seperti halnya yang dibahas pada buku Perang Badar karya Abdul Hamid Jaudah al-Sahhar. Perang Badar Dimenangkan oleh Umat Islam Pada akhirnya, perang badar dimenangkan oleh pasukan dari umat Islam. Kemenangan pada perang badar tersebut membuat posisi Islam di kawasan Madinah kian kuat. Sementara, kaum Quraisy yang kalah di perang badar harus menelan kekecewaan mendalam. Mereka pun semakin berhasrat untuk membalas dendam dengan persiapan yang jauh lebih matang. Bagi umat Islam, perang badar adalah peristiwa besar, apalagi terjadinya pada bulan suci Ramadan. Perang badar menjadi pertempuran besar pertama umat Islam dalam melawan musuh. Melalui pertolongan Allah lah kaum muslim berhasil menang meskipun kalah jumlah. Bahkan, Allah SWT menamai perang badar sebagai Yaum Al-Furqan alias hari pembeda. Sebab, pada hari itu telah dibedakan mana saja yang haq dan yang batil. Saat itu Allah SWT menurunkan pertolongan besar untuk umat Islam dan memenangkan mereka atas musuh-musuhnya, yaitu kaum kafir Quraisy. Temukan perjalanan perang umat Islam dalam membela ajaran yang dianutnya pada buku Seni Perang Dalam Islam karya Shohibul Ulum. Hikmah dari Perang Badar yang Dapat Diteladani Kaum Muslim Perang badar diriwayatkan tidak memakan waktu lama. Hanya butuh waktu sekitar dua jam bagi pasukan muslim untuk menghancurkan pertahanan tantara kafir Quraisy. Segala kekacauan yang terjadi tersebut dimanfaatkan untuk memenangkan perang. Setelah perang badar usai, Nabi Muhammad SAW mengucapkan hal yang sangat penting dalam perjalanan pulang. “Wahai kaumku. Kita baru saja kembali dari jihad kecil perang badar dan menuju jihad besar.” Mendengar hal itu, para sahabat pun langsung terheran-heran. Sebab, perang badar yang sangat menentukan nasib kaum muslim hanya dianggap oleh Nabi Muhammad SAW sebagai jihad kecil. Para sahabat pun bertanya, “Apakah jihad yang lebih besar dari perang badar itu, Wahai Rasulullah?” “Jihad melawan hawa nafsu,” jawab Nabi Muhammad SAW. Menurut Rasulullah SAW, melawan segala hawa nafsu adalah hakikat dari jihad yang sebenarnya. Oleh sebab itu, salah satu hikmah dari perang badar di bulan Ramadan adalah semangat berjihad melawan hawa nafsu. Meskipun demikian, saat terjadi perang badar terdapat rukhsah atau keringanan bagi kaum muslim untuk tidak melakukan puasa. Hal ini disampaikan oleh Abu Sa’id Al-Khudri, “Kami berperang bersama Rasulullah SAW. Di antara kami ada yang berpuasa, namun ada pula yang berbuka. Orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka. Sebaliknya, orang yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa.” Ibnu Mulaqqin. Beberapa Pemicu Terjadinya Perang Badar Kubra Seperti diketahui, Nabi Muhammad SAW terlahir dari keluarga Bani Hasyim dan suku Quraisy. Sejak Nabi Muhammad menerima wahyu di usia 40 tahun, perjalanan dakwahnya dilindungi oleh sang paman, pemimpin Bani Hasyim yang berasal dari suku Quraisy, yakni Abu Thalib. Pascakematian Abu Thalib pada 619 M, kepemimpinan Bani Hasyim diteruskan kepada Amr bin Hisyam alias Abu Jahal yang sangat memusuhi Muhammad SAW. Kemunculan Nabi Muhammad SAW serta kegiatan dakwahnya secara tidak langsung telah mengancam posisi Abu Jahal sebagai penguasa Makkah. Selain itu, kaum Quraisy lainnya juga melihat umat Islam sebagai penjahat yang mengancam lingkungan serta kewibawaan mereka. Perjuangan umat Islam sejak perang Badar hingga perang era Khulafaur Rasyidin dapat Grameds pelajari kronologi serta berbagai nilai yang diajaran Nabi Muhammad SAW di dalamnya pada buku Kemelut Perang Di Zaman Rasulullah. 1. Umat Islam Mengalami Penindasan dan Teror oleh Kaum Quraisy Sebelum perang badar terjadi, umat Islam mengalami perlakuan buruk dari kaum kafir Quraisy. Penindasan itu tidak hanya terjadi di Kota Makkah, tekanan itu juga dirasakan hingga ke Madinah. Teror demi terror dilakukan oleh kaum kafir Quraisy. Mereka menyerang serta menguasai harta benda kaum muslim lantaran takut hasil perdagangan akan banyak berpindah kepada kaum muslim. Tidak hanya itu, kaum kafir Quraisy yang menyatakan beriman dan memeluk agama Islam langsung dikeluarkan dari sukunya. Menurut kaum Quraisy, itu merupakan suatu hinaan serius sehingga memicu terjadinya peperangan, yaitu Badar Kubra atau lebih dikenal sebagai perang badar. Bahkan kaum Quraisy yang memeluk agama Islam menerima akibat dikeluarkan dari sukunya, yang mana hal tersebut merupakan suatu penghinaan yang amat serius bagi seseorang pada masa itu sehingga sanggup menjadi pemicu atau penyebab perang Badar Kubra. 2. Kebencian Abu Jahal Terhadap Nabi Muhammad SAW Memicu Ide Pembunuhan Seperti diketahui, kebencian Abu Jahal terhadap Nabi Muhammad SAW dan umat Islam telah muncul sejak nabi menerima dan menyebarkan wahyu pertamanya. Bagi Abu Jahal, ajaran baru Nabi Muhammad SAW tersebut bukan hanya keluar dari budaya warisan nenek moyang, melainkan juga menyinggung eksistensi Abu Jahal sebagai tokoh masyarakat Quraisy Makkah. Intimidasi dan penganiayaan terhadap Nabi Muhammad SAW semakin menjadi-jadi setelah Abu Thalib meninggal dunia. Misalnya, saat Nabi Muhammad SAW tengah berjalan-jalan di Kota Makkah, terdapat seorang anak muda Quraisy yang melemparinya kotoran. Setibanya di rumah, Fatimah, anak perempuan Rasulullah SAW yang masih kecil menangis melihat perlakuan yang diterima ayahnya. Nabi Muhammad SAW pun berupaya menenangkan gadis kecil kesayangannya itu. “Janganlah menangis, gadis kecilku, sebab Allah SWT akan melindungi ayahmu,” ucap Nabi Muhammad SAW. Dia kemudian menambahkan kalimat itu untuk dirinya sendiri,” Quraisy tidak pernah memperlakukanku seburuk ini ketika Abu Thalib masih hidup”. Pada kesempatan lain, Abu Jahal merencanakan pembunuhan terhadap Nabi Muhammad SAW. Agar tidak menimbulkan dendam di keluarga Bani Hasyim klan Nabi Muhammad SAW, Abu Jahal meminta setiap pemuda berpengaruh yang ada di bani Quraisy untuk terlibat. Dengan demikian, setiap bani akan bertanggung jawab memberikan uang ganti darah yang memuaskan bagi keluarga Bani Hasyim. Di sisi lain, Bani Hasyim juga tak mungkin menuntut balas kepada mayoritas bani Quraisy. Namun demikian, persekongkolan tersebut telah diketahui Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Akhirnya, Nabi Muhammad SAW memutuskan hijrah meninggalkan rumahnya bersama Abu Bakar menuju Yatsrib, Madinah. Nabi Muhammad SAW mengecoh musuh yang mengepung rumahnya dengan cara membiarkan Ali mengisi tempat tidurnya. Saat hijrah, sebagian besar penduduk Madinah menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW dengan tangan terbuka. Hal itu ditandai dengan kesempatan saling melindungi antar kaum muslim, Yahudi, serta suku-suku di Yatsrib melalui Piagam Madinah. Piagam Madinah menjadi tanda awal agama Islam sebagai pemersatu. Namun demikian, hal itu bukan berarti konflik dengan Quraisy Makkah mereda. Kaum Muhajirin atau penduduk Makkah yang ikut hijrah mengalami kesulitan dalam mencari nafkah di Madinah. Banyak dari mereka yang menggantungkan hidup kepada kaum Anshar penduduk Madinah yang sudah memeluk agama Islam. Saat itulah, Allah SWT menurunkan wahyu melalui Surat Al-Hajj 39-40. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW diizinkan berjihad bersama pengikutnya untuk memerangi orang yang memerangi mereka. Ini ayat Alquran yang berisi perintah jihad. Setelah wahyu tentang jihad tersebut turun, Nabi Muhammad SAW bersama kaum Muhajirin menerapkan ghazwu serangan demi bertahan hidup yang biasa dilakukan oleh masyarakat Arab nomaden. Ghazwu akan menyasar kafilah dagang Quraisy Makkah. Fokus mereka adalah mengambil harta benda, hewan ternak, serta hasil dagang seraya menghindari jatuhnya korban jiwa. 3. Umat Islam Diusir dan Seluruh Hartanya Dirampas Semenjak Nabi Muhammad SAW gencar berdakwah kepada kaumnya, orang-orang yang tergolong musyrik di Makkah sudah melancarkan peperangan. Mereka menghalalkan darah kaum muhajirin serta merebut paksa kekayaan umat muslim tersebut. Kekerasan terhadap umat muslim semakin meningkat manakala perlindungan dari Abu Thalib hilang. Lantaran terus-menerus menerima teror dari kaum Quraisy, umat Islam pada akhirnya hijrah ke Madinah pada tahun 622 M. Namun, mereka meninggalkan harta bendanya untuk hijrah. Akibatnya, semua harta yang mereka miliki dirampas oleh kaum kafir Quraisy. Demikianlah kisah perang badar yang terjadi di bulan suci Ramadhan. Semoga perjuangan kaum muslimin dalam memerangi kekafiran dapat menjadi pelajaran dan hikmah. Baca juga artikel seputar Kisah Nabi berikut ini Kisah Nabi Yunus AS dan Penyesalannya dari Dalam Perut Ikan Paus Kisah Nabi Ayyub Belajar Sabar Menghadapi Ujian Kisah Nabi Ibrahim AS & Mukjizat Nabi Ibrahin As Kisah Nabi Adam AS Kisah Nabi Musa AS Kisah Nabi Yunus AS Kisah Nabi Idris AS Kisah Nabi Yusuf AS Kisah Nabi Ibrahim AS ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien loading...Abu Jahal adalah penyulus perang Badar dan dia akhirnya tewas dalam perang tersebut. Foto/Ilustrasi Ist Permusuhan Abu Jahal kepada Rasulullah SAW mencapai puncaknya pada saat Perang Badar . Dia menjadi pengobar semangat perang kaum Quraisy . Akhirnya, dia terbunuh dalam perang ini. Sebelum berangkat ke Badar, terjadi friksi di tubuh pasukan Quraisy. Sebagian pihak melihat urgensi perang itu sudah tidak ada lagi karena ltujuan mereka sebenarnya adalah mengamankan kafilah dagang Abu Sufyan yang saat itu sudah selamat sampai di Mekkah. Namun, di pihak lain, Abu Jahal dan pemuka Quraisy yang lain berpendapat bahwa momen tersebut sangat tepat untuk memberi pelajaran kepada kaum tidak tahan lagi karena merasa dianggap remeh oleh kekuatan kaum Muslim yang dulu lemah dan terusir dari mereka. Mereka merasa harga diri mereka telah diinjak-injak oleh Rasulullah Saw. dan para pengikutnya. Baca Juga Melihat perbedaan tersebut, Abu Jahal menggunakan lidahnya yang tajam untuk menyulut semangat juang dan mengobarkan semangat tempur kaum Quraisy. Bahkan, dia tak segan-segan mengucapkan kata-kata sinis kepada Umayyah ibn Khalaf yang merupakan salah seorang tokoh Quraisy karena berada di pihak yang tidak ingin berangkat perang. Beberapa waktu sebelum berangkat ke Badar, Abu Jahal bersama 'Uqbah ibn Abi Mu'aith sempat menyambangi Umayyah. Abu Jahal datang membawa celak dan pemalitnya, sedangkan 'Uqbah membawa tempat kemenyan dan api. Abu Jahal dan Uqbah tak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk memantik semangat berperang Umayyah dan membuatnya berbalik arah. Setelah menaruh perapian kemenyan itu di hadapan Umayyah, 'Uqbah berujar meledek, “Abu Ali, pakailah perapian ini karena engkau perempuan." Abu Jahal pun tak mau kalah. Dia juga berkata dengan sinis, “Bercelaklah, Abu 'Ali, karena engkau perempuan." Tersulut dengan ejekan Abu Jahal dan Uqbah, Umayyah pun langsung minta dibelikan unta yang paling baik untuk digunakannya berangkat ke medan perang." Abu Jahal pasti tidak menyangka bahwa keberangkatannya ke medan Perang Badar merupakan malapetaka besar dalam hidupnya. Pasukan Quraisy menghadapi kekalahan dan dia tewas dalam perang itu. Sebagai seorang musuh yang terkenal dengan kebenciannya kepada Rasulullah SAW, Abu Jahal menjadi incaran saat Perang Badar. Abdurrahman ibn 'Auf berkata betapa semangatnya para sahabat berjuang untuk memberi pelajaran kepada musuh Allah, terutama Abu Jahal, musuh Islam paling nyata. Baca Juga Abdurrahman ibn 'Auf mengisahkan, suatu ketika, saat sedang berada di tengah-tengah pasukan Perang Badar, aku melirik ke kanan dan kiri dan melihat dua orang remaja Anshar yang masih sangat belia. Aku berangan-angan, seandainya aku sekuat salah seorang di antara mereka. Salah seorang dari mereka kemudian memberi isyarat dan bertanya, "Paman, apakah paman kenal dengan Abu Jahal?” Lalu Abdurrahman ibn 'Auf menjawab, "Ya. Apa urusan kalian berdua dengannya?" Kemudian, salah seorang di antara mereka berkata, “Aku dengar dia mencaci maki Rasulullah SAW. Demi Zat yang menggenggam jiwa, jika melihatnya, aku tak akan berpisah satu sama lain sampai salah satu dari kami tewas lebih cepat daripada yang lain." Abdurrahman ibn 'Auf mengaku kaget mendengar kata-kata remaja itu. Temannya pun memberi isyarat dan mengatakan hal yang sama. Tak berapa lama, Abu Jahal terlihat oleh Abdurrahman ibn 'Auf sedang berputar-putar di tengah kerumunan. Kemudian, ia berkata kepada kedua remaja itu,"'Kalian lihat? Itulah orang yang kalian tanyakan tadi."Dalam Perang Badar, Abu Jahal baru terjun ke medan perang saat perang telah berkecamuk dan kedua pasukan sudah sama-sama menyerbu. Namun, kedua remaja yang dikisahkan “Abdurrahman tersebut berhasil membunuh Abu Jahal. Usai melaksanakan tugas mulia itu, mereka melapor kepada Rasulullah SAW. - Perang Badar terjadi pada 17 Ramadan tahun kedua Hijriah atau 13 Maret 624 Masehi, tepat hari ini 1397 tahun silam. Nabi Muhammad bersama kaum muslimin berada di Badar selama tiga hari, kemudian pulang dengan kemenangan ke kota Madinah sembari membawa tawanan dan sejumlah ganimah atau harta rampasan perang. Menurut Mahmud Syeit Khaththab dalam Rasulullah Sang Panglima 2002 83-110, selama bulan Ramadan 2 H, atau setahun sebelum kalah dalam Perang Uhud, Rasulullah memimpin sebuah kontingen besar kaum muslim untuk memotong jalan kafilah Makkah pimpinan Abu Sufyan yang pulang dari ini merupakan salah satu kafilah terpenting pada tahun itu. Disemangati oleh kesuksesan Ekspedisi Nakhlah, serombongan besar kaum Anshar menyediakan diri untuk bergabung dalam penyerbuan. Sekitar 314 kaum muslim berangkat dari Madinah dan bergerak menuju Badar, dekat pantai Laut Merah, tempat mereka hendak menyergap kafilah pimpinan Abu Sufyan. Ekspedisi ini menjadi salah satu peristiwa penting dalam sejarah awal Islam. Meski demikian, sebagian dari kaum muslimin yang paling setia tetap tinggal di rumah, di antaranya adalah Utsman ibn Affan. Istrinya, Ruqayyah putri Rasulullah, sedang sakit berat. Semula, kafilah itu tampak seperti akan lolos. Karen Armstrong dalam Muhammad Prophet for Our Time 2006 148-155 mengisahkan, Abu Sufyan mendapat kabar perihal rencana kaum muslim. Maka, alih-alih mengambil rute yang biasa melintasi Hijaz, dia berkelok tajam menjauh dari pantai dan mengirim seorang dari suku setempat untuk pergi ke Makkah mencari Quraisy marah atas keberanian Muhammad yang mereka anggap sebagai penodaan bagi kehormatan mereka. Seluruh pemimpin Makkah bertekad untuk menyelamatkan kafilah itu, termasuk Abu Jahal. Ummayah ibn Khalaf juga mengambil baju perangnya, dan bahkan anggota keluarga Muhammad sendiri berangkat untuk melawannya lantaran yakin bahwa kali ini Muhammad telah bertindak terlalu jauh. Abu Lahab sedang sakit, tetapi dua putra Abu Thalib, pamannya Abbas, dan sepupu Khadijah Hakim bergabung dengan ribuan lelaki yang berangkat keluar dari Makkah malam itu dan berbaris menuju Badar. Sementara itu, Abu Sufyan telah berhasil mengecoh kaum muslim dan membawa kafilahnya menjauh dari jangkauan mereka. Mamar Ibn Rāshid dalam The Expeditions An Early Biography of Muhammad 2014 51-60 mengisahkan, Abu Sufyan mengirim kabar bahwa barang dagangan mereka aman dan pasukan tentara harus kembali titik ini, banyak di antara kaum Quraisy yang enggan untuk memerangi kerabat mereka sendiri di kalangan kaum muslim. Akan tetapi, Abu Jahal tidak mau mendengarnya. “Demi Allah!” teriaknya. “Kita tidak akan kembali hingga kita telah tiba di Badar. Kita akan melewatkan tiga hari di sana, membantai unta-unta, dan berpesta dan meminum anggur; dan anak-anak perempuan akan tampil untuk kita. Orang-orang Arab akan mendengar bahwa kita telah datang dan akan menghormati kita di masa depan.”Namun, kata-kata yang lantang ini menunjukkan bahwa Abu Jahal sendiri tidak mengharapkan sebuah pertempuran. Dia tak punya bayangan tentang kengerian perang. Yang tampaknya dia fantasikan adalah semacam pesta, lengkap dengan puan-puan yang menari. Menurut Reza Aslan dalam No god but God The Origins, Evolution, and Future of Islam 2005 104-129, spirit yang sangat berbeda terdapat di perkemahan kaum muslim. Setelah trauma dan teror hijrah, kaum Muhajirin tidak bisa mempertimbangkan situasi itu dengan terlalu percaya diri dan gegabah. Segera setelah Muhammad mendengar bahwa tentara Makkah sedang mendekat, dia berkonsultasi kepada para kepala suku yang lain. Jumlah tentara muslim jauh lebih sedikit. Yang mereka harapkan adalah sebuah penyerangan biasa, bukan pertempuran besar. Tidak seperti suku Quraisy, suku Aus dan Khazraj merupakan tentara-tentara terlatih, setelah bertahun-tahun peperangan antarsuku di Yatsrib. Akan tetapi, mereka berada dalam keadaan yang sangat buruk dan seluruh kaum muslim berharap mereka tidak mesti dua hari, kedua pasukan saling melempar pandangan dari ujung-ujung lembah yang berlawanan. Tariq Ramadan dalam Footsteps of the Prophet Lessons from the Life of Muhammad 2014 184-187 menuturkan, suku Quraisy tampak mengesankan dalam tunik putih dan persenjataan mereka nan berkilau. Di sisi lain, meski Sa’ad mengucapkan kata-kata yang membakar semangat, sebagian kaum muslim ingin mundur. Ketakutan yang besar merebak di perkemahan itu. Nabi mencoba menaikkan semangat mereka. Dia menuturkan bahwa dalam sebuah mimpi, Allah telah menjanjikan untuk mengirim ribuan malaikat untuk bertempur bersama mereka. Sementara suku Quraisy berpesta dan minum-minum, Muhammad membuat persiapan taktis. Muhammad menjejerkan tentaranya dalam formasi yang rapat dan menempatkan orang-orang di sumur-sumur, mengeringkan persediaan air suku Quraisy dan memaksa mereka, ketika tiba saatnya, untuk naik ke bukit, bertempur dengan pandangan mata silau lantaran sinar matahari. Akan tetapi ketika melihat besarnya pasukan tentara Makkah, Rasulullah menangis. “Ya Allah,” dia berdoa, “jikalau rombongan yang bersamaku ini ditakdirkan untuk binasa, takkan ada seorang pun setelah aku yang akan menyembah-Mu; semua orang beriman akan meninggalkan agama nan sejati.” Muhammad sadar bahwa pertempuran itu akan menjadi penentu. Tekad kuat dalam dirinya telah menjalar kepada para pengikutnya. Sementara itu, kaum Quraisy menjadi semakin waspada. Sean W. Anthony dalam Muhammad and the Empires of Faith The Making of the Prophet of Islam 2020 mengisahkan, para kepala suku telah mengirimkan seorang mata-mata untuk melaporkan pasukan musuh. Sang mata-mata terperangah menyaksikan tekad kuat di wajah-wajah kaum muslim dan memohon suku Quraisy untuk tidak bertempur. Namun Abu Jahal tak bisa menerima alasan apa pun dan menuduh mata-mata itu pengecut. Abu Jahal lantas berpaling kepada saudara lelaki seorang pria yang dibantai oleh penyerang muslim di Nakhlah. Lelaki itu lalu meneriakkan pekik peperangan, dan orang-orang keras kepala melangkah menuju nasib buruk Quraisy mulai bergerak maju dengan perlahan melintasi gurun pasir. Muhammad menolak menyerang terlebih dahulu, bahkan setelah pertempuran dimulai. Dia tampak enggan untuk melepas orang-orangnya hingga Abu Bakar mengatakan kepadanya untuk menyudahi doa dan memimpin pasukan. Dalam pertempuran sengit, kaum Quraisy segera menyadari bahwa mereka sedang menghadapi kemungkinan terburuk. Mereka berperang dengan semangat nekat dan ceroboh, seolah-olah ini adalah turnamen kekesatriaan, dan tidak punya strategi yang terpadu. Sebaliknya, kaum muslim memiliki rencana yang matang. Mereka mengawalinya dengan menyerang musuh menggunakan panah. Setelah itu baru menghunus pedang untuk bertarung satu lawan satu pada menit-menit terakhir. Menjelang tengah hari, suku Quraisy telah kabur, meninggalkan sekitar lima puluh pemimpin mereka, termasuk Abu Jahal yang tewas. Sementara korban di pihak muslim hanya empat belas orang. Armstrong 2006 152. Kaum muslim dengan gembira mulai mengepung tawanan dan menarik pedang-pedang mereka. Dalam perang kesukuan, tidak ada tempat untuk pihak yang tertaklukkan. Korban biasanya dimutilasi, sedangkan tawanan entah dipenggal atau disiksa. Namun Muhammad dengan segera memerintahkan pasukannya untuk menahan diri. Sebuah wahyu turun untuk memastikan bahwa para tawanan perang harus dibebaskan atau ditebus. Infografik Mozaik Perang Badar. Setelah Perang Badar Menurut Ahmed Al-Dawoody dalam The Islamic Law of War Justifications and Regulations 2011 26-57, Muhammad bukanlah seorang pasifis. Muhammad yakin bahwa peperangan kadang tidak terelakkan dan bahkan perlu. Pascaperang Badar, kaum muslim pirsa, bahwa hanya masalah waktu sebelum Makkah akan melancarkan serangan pembalasan, dan mereka menyediakan diri untuk jihad nan panjang dan berat. Akan tetapi, arti utama itu, yang begitu sering kita dengar kiwari, bukanlah “perang suci”, melainkan “upaya” atau “perjuangan” yang dituntut untuk menegakkan kehendak Tuhan dalam tindakan. Kaum muslim diminta untuk berjuang dalam pelbagai bidang intelektual, sosial, ekonomi, spiritual, dan domestik. Terkadang mereka harus berperang, tetapi itu bukan tugas utama mereka. Dalam perjalanan pulang dari Badar, Muhammad mengucapkan sebuah hadis penting yang sering dikutip “Kita baru kembali dari Jihad Kecil peperangan itu dan menuju Jihad Besar”-perjuangan yang jauh lebih penting dan sulit, yakni mereformasi masyarakat dan diri mereka sendiri. Menurut Lesley Hazleton dalam The First Muslim The Story of Muhammad 2013, Badar telah mengangkat Muhammad ke tingkat yang lebih tinggi di Madinah. Tatkala mereka mempersiapkan diri untuk serangan balik dari kaum Quraisy, disepakati sebuah perjanjian antara Nabi dan kaum Arab serta Yahudi di Madinah. Mereka akan hidup rukun bersama kaum muslim, dan berjanji tidak akan mengikat perjanjian yang liyan dengan Makkah. Seluruh warga diminta untuk membela oasis itu terhadap setiap serangan. Konstitusi anyar dengan hati-hati menjamin kebebasan beragama bagi klan-klan Yahudi, tapi mengharapkan mereka untuk memberi bantuan bagi siapa pun yang berperang melawan orang-orang yang bermufakat dalam perjanjian perlu mengetahui siapa yang berada di pihaknya, dan sebagian orang yang tidak bersedia menerima ketetapan dalam perjanjian itu harus pergi meninggalkan Madinah. Mereka mencakup beberapa hanif-istilah Arab yang merujuk kepada agama tauhid yang bukan Yahudi ataupun Kristen-yang pemujaan terhadap Ka’bah menuntut mereka untuk tetap bersetia kepada kaum Quraisy. Bagi mereka, Muhammad masih merupakan figur kontroversial, tetapi sebagai akibat kemenangannya di Badar, sebagian suku Badui bersedia menjadi sekutu Madinah dalam pertempuran yang akan datang. Dalam keluarga Muhammad pun terjadi beberapa perubahan. Martin Lings dalam Muhammad His Life Based on the Earliest Sources 1987 207-218 menyebutkan, sekembalinya dari Badar, Muhammad mendapat kabar duka bahwa putrinya, Ruqayyah, telah wafat. Utsman sedang berduka, namun dengan senang hati menerima uluran tangan saudara perempuan mendiang istrinya, Ummu Kultsum, dan mempertahankan hubungan dekat Utsman dengan Muhammad. Salah seorang tawanan perang adalah menantu pagan Muhammad, Abu al-Ash, yang tetap setia pada agama tradisional. Istrinya, Zainab, yang masih tinggal di Makkah, mengirimkan uang tebusan ke Madinah bersama sebuah kalung perak yang dulu dimiliki oleh segera mengenali kalung itu dan untuk sesaat diliputi rasa duka. Menurut Kecia Ali dalam The Lives of Muhammad 2014, Muhammad membebaskan Abu al-Ash tanpa mengambil uang tebusan itu, berharap akan mendorongnya untuk menerima Islam. Namun Abu al-Ash menolak untuk memeluk Islam, tetapi dengan amat berat hati menyetujui permintaan Nabi agar dia mengirimkan Zainab dan anak perempuan mereka, Umamah, ke Madinah. Di waktu ini juga putri bungsu Muhammad, Fathimah, menikah dengan Ali bin Abi Thalib. Pasangan itu membangun rumah di dekat masjid. - Politik Penulis Muhammad IqbalEditor Irfan Teguh

ahadun ahad perang badar